Rabu, 09 November 2011



MAKALAH PARASITOLOGI
Toksoplasma gondii
 



 

Disusun untuk Memenuhi Tugas Parasitologi
Dosen Pengampu: dr. Sri Suwarni Sutrisno

Disusun Oleh :
           
Aprilia Dwi S
(A.101.14.005)
Dwi Purwanti           
(A.101.14.013)
Eko Sukarno            
(A.101.14.016)
Latifah
(A.101.14.027)






AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL
SURAKARTA
2011/2012

Toxoplasma gondii

  1. Sejarah
Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali ditemukan pada binatang pengerat yaitu Ctenodactylus gundi, di suatu laboratorium di Tunisia dan pada seekor kelinci di suatu laboratorium di Brazil (Nicolle & Splendore). Pada tahun 1937, parasit ini ditemukan pada neonatus dengan enfalitis. Walaupun trransmisi secara intrauterin transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas, ketika ditemukan daur seksualnya pada kucing (Hutchison). Setelah dikembangkan tes serologi yang sensitif oleh Sabin dan Feldman (1948), zat anti Toxoplasma gondii ditemukan kosmopolit, terutama di daerah beriklim panas dan lembab.

  1. Morfologi Toxoplasma gondii
·         Bentuknya seperti pisang dan ujung anteriornya agak meruncing
·         Mempunyai ukuran 4-6 mikron x 2-3 mikron
·         Ujung posterior tumpul
·         Kadang ditemukan bentuk ovale
·         Nucleus yang mempunyai kariosom terletak sentrik di bagian yang tumpul/agak posterior
·         Mempunyai para nucleus

  1. Siklus Hidup Toxoplasma gondii 
Toxoplasma gondii adalah suatu spesies dari Coccidia yang mirip dengan Isospora. Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual dan daur seksual yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja. Ookista menhasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bila ookista ditelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan hospes perantara dibentuk kelompok tropozoit yang membelah secara aktif yang disebut takzoit. Kemudian berubah menjadi bradizoit yang merupakan masa infeksi klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi latent. Pada hospes perantara hanya terdapat sebagai kista jaringan.
Bila kucing sebagai hospes definitif memakan perantara hospes perantara yang terinfeksi, maka terbentuk lagi stadium seksual dalam sel epitel usus kecilnya. Bila hospes perantara mengandung kista jaringan Toxoplasama, maka masa prepatennya adalah 3-5 hari, sedang bila kucing makan tikus yang mengandung takizoit, masa prepatennya bisa 5-10 hari. Tetapi bila ookista langsung tertelan oleh kucing, maka masa prepatennya adalah 20-24 hari.
Di berbagai jaringan tubuh kucing juga ditemukan tropozoit dan kista jaringan. Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap sel yang berinti.
Takizoit berkembang biak dalam sel secara endodiogeni. Bila sel penuh dengan takizoit, maka sel menjadi pecah dan takizoit memasuki sel- sel di sekitarnya atau difagositosis oleh sel makrofag. Kista jaringan dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Kista jaringan ini dapat ditemukan dalam hospes seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak kista berbentuk lonjong atau bulat, sedangkan di otot kista mengikuti bentuk sel.
Dalam lingkar hidupnya Toksoplasma gondii mempunyai dua fase yaitu
1.    Fase Aseksual (skizogoni)
Pada fase ini cara berkembang biaknya adalah membelah dua atau binnary fission.
2.    Fase Seksual (gametogoni dan sporogoni)
Hanya didapatkan dari kucing sebagai tuan rumah definitif( efenitiv host).


  1. Epidemiologi
Prevalensi zat anti T.gondii pada binatang di Indonesia adalah sebagai berikut, 35-73% pada kucing, 11-36% pada babi, 11-61% pada kambing, 75% pada anjing, dan kurang dari 10% pada ternak lain.
Prevalensi toksoplasmosis konginetal di berbagai Negara diperkirakan sebagai berikut : Nederland 6,5 dari 1000 kelahiran hidup, New York 1,3%, Paris 3%, danvietnam 6-7%.
Keadaan toksoplasmosis di suatu daerah ditentukan oleh banyak factor, sepertikebiasaan makan daging kurang matang, adanya kucing yang terutama dipelihara sebagai hewan kesayangan, adanya tikus dan burung yang sebagai hospes perantara, adanya lipas atau lalat yang sebagai vector untuk memindahkan ookista dari tinja kucing.

  1. Cara Penularan
a.      Pada toksoplasmosis konginetal transmisi Toxoplasma kepada janin terjadi in utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primerwaktu ia hamil.
b.      Pada toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi, bila makan daging mentah atau kurang matang (misalnya : sate) kalau daging tersebut mengandung kista jaringan atau takizoit toxoplasma.
c.      Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium bila seseorang bekerja dengan hewan percobaan yang terinfeksi T.gondii, melalui jarum suntik atau alat laboratorium lain.
d.      Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita toksoplasmosis
e.      Tranfusi darah lengkap juga dapat mengakibatkan infeksi.

  1. Habitat Toksoplasma gondii hidup didalam :
·         Sel endotil
·         Leukosit mononukler
·         Cairan tubuh
·         Sel jaringan hospes/tuan rumah

  1. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain, beberapa gejala klinis yang sering dihubungkan dengan Toksoplasmosis diantaranya adalah :
  1. Limfadenitis/Limfadenopati (radang limfa)
Limfadenitis adalah manifestasi klinis yang sering dijumpai pada Toksoplasmosis akuisita akut. Kalenjer leher prosterior yang paling sering terkena tetapi kalenjar-kalenjar lainpun dapat terlihat. Pada Toksoplasmosis akuisita yang ringan terkadang menyerupai Mononukleusis infeksiosa, limfoma atau suatu tumor ganas. Dapat disertai panas badan atau tidak dan biasanya sembuh sendiri
  1. Kelainan pada organ-organ visera
Peningkatan suhu yang akut sering dijumpai bersama-sama dengan adanya proses pneumonia, hepatitis atau miokarditi. Berbagai derajat bronkopneumoniae sering disebabkan oleh karena adanya suprainfeksi dengan penyebab yang lain.
Ikterus merupakan salah satu tanda terkenanya hepar. Di hepar walaupun dijumpai daerah dengan degenerasi sel-sel hepar yang luas, namun pada kebanyakan kasus tidak ditemukan parasitnya. Sedangkan di otot jantung Toksoplasma gondii hamper selalu dapat dijumpai dalam bentuk kista dalam serat-serat kista dalam serat-serat miokardi.

  1. Diagnosis
Diagnosis toksoplasmosis akut dapat dipastikanbila menemukan takizoit dalam biopsy otak atau sumsum tulang, cairan serebrospinal dan ventrikel.
Tes serologi dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis. Tes yang dapat dipakai adalah tes warna Sabin Feldman(“Sabin-Feldman dye test”) dan test hemaglutinasi tidak langsung (IHA), untuk antibody IgG , tes zat anti fluoresentidak langsung (IFA) dan tes ELISA untuk deteksi antibody IgG dan IgM.
Prinsip tes warna adalah Toxoplasma yang hidup (dari cairan peritoneum tikus) bila dicampur dengan serum normal mudah diwarnai dengan biru metilen. Tetapibila dicampur dengan serumkebal, parasit tidak dapat mengambil warna lagi. Titer tes warna ialah pengenceran tertinggi dengan 50% dari jumlah Toxoplasmatidak diwarai. Titer zat anti IgG cepat naik dan tetap tinggi selama setahun atau lebih pada tes warna maupun tes IHA, IHF dan ELISA. Pada tes warna diperlukan parasit hidup sehingga tes ini sekarang jarang dipakai.
Pada tes IFA dan ELISA tidak diperlukan parasit hidup. Tes ini digunakan untuk deteksi zat anti IgM Toxoplasma. Adanya zat anti IgM pada neonates menunjukkan bahwa zat anti ini dibuat oleh janin yang  terinfeksi dalam uterus, karena zat anti IgM dari ibu yang berukuran lebih besar tidak dapat melalui plasenta, tidak seperti halnya zat anti IgG. Maka jika ditemukan zat anti IgM Toxoplasma pada neonates, diagnose toksoplasmosis konginetal sudah dapat dipastikan.
Tes serologik tidak selalu dipakai untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis akut dengan cepat dan tepat. Karena IgM tidak selalu dapat ditemukan pada neonates, atau karena IgM dapat ditemukan selama berbulan-bulan,bahkan smapai lebih dari setahun. Sedangkan pada penderita imunodefisiensi tidak dibentuk IgM dan tidak dapat ditemukan titer IgG yang meningkat.
Akhir-akhir ini dikembangkan PCR untuk deteksi DNA,yang dapat memberikandiagnosis dini yang cepat dan tepat untuk toksoplasmosis konginetal prenatal dan postnatal.


  1. Pengobatan
Primetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik, maka dipakai sebagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan. Primetamin dapat mengakibatkan trombositopenia dan leukopenia, bahkan bagi wanita hamil bersifat teratogenik. Pencegahan akan efek samping ini adalah dengan penambahan folinik atau ragi.
Sulfonamid dapat menyebabkan trombositopenia dan hematuria. Spiramisin adalah antibiotika macrolide, yang tidak menembus plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi tinggi di plasenta. Spiramisin dapat diberikan pada wanita hamil yang medapat infeksi primer.
Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, tetapi dapat menyebabkan klitis pseudomembranosa ( colitis ulserative ), sehingga tidak dianjurkan pada bayi dan wanita hamil.
Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi pengobatan. Seorang ibu hamil dengan infeksi primer harus diberi pengobatan profilaktik. Toksoplasmosis konginetal harus diberi pengobatan sedikitnya 1 tahun. Penderita imunokompromais (AIDS,keganasan) yang terjangkit toksoplasmosis harus diberi pengobatan

  1. Pencegahan
1.    Menghindari mengkonsumsi daging yang kurang matang (memasak daging dengan cara yang benar dan harus sampai matang sebelum dikonsumsi),
2.    Mencuci tangan setelah memegang daging mentah (biasanya untuk para penjual daging),
3.    Selalu menjaga kesehatan hewan peliharaan(memandikan dan membawa ke dokter hewan secara rutin),
4.    Membasmi vector, misalnya tikus dan lalat,
5.    Menutup rapat makanan sehingga tidak dijamah lalat atau lipas,
6.    Member makan hewan peliharaan (terutama kucing) diberi makanan yang matang, dan dicegah agar tidak berburu tikus atau burung.
7.    Pada orang yang bekerja di laboratorium, lebih berhati-hati, gunakan APD dengan benar.
8.    Berhati-hati dalam melakukan tranfusi darah serta transplantasi organ.
























DAFTAR PUSTAKA :
  1. Parasitologi Kedokteran edisi ketiga. 1998. Jakarta. UI
  2. Soejoto dan Drs. Soebari, PARASITOLOGI MEDIK JILID 1 PROTOZOOLOGI dan HELMINTOLOGI. 1996. Jakarta. UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar